bulan purnama dan bintang malam.
Apa yang lebih tulus selain
diam-diam memperhatikan mu dari sudut sini? Sudut yang sama sekali tak pernah
kau raba,bahkan tak pernah kau lihat.
Aku lebih suka menyiksa diri ku
sendiri. Menyiksa diriku dengan rasa sakit yang ada, dengan kebiasaan ku setiap
malam. Menangis,aku sengaja melakukannya agar terasa ringan,agar besok pagi
disaat mataku mulai terbuka aku melihat dunia seakan indah dan selalu berpihak
padaku. Walaupun tanpa kamu lagi. Aku lebih memilih menghabiskan malam dengan melihat
bintang dari balkon kamarku, melihat bulan purnama. Lalu...diam-diam
menciptakan hujan lokal dari pelupuk mata. Apa ada yang lebih tulus dari
seseorang yang rasa sayangnya sengaja dia simpan? Hanya untuk kebahagaiaan
sosok masa lalunya?. Bukan..kamu bukan masa laluku, dan aku juga bukan masa
lalumu, bukan...
Kenyataan
yang ada, air mata selalu jadi teman yang paling setia saat bulan punama tiba. Bukan
kamu lagi,bukan.
Aku tak pernah tau keberadaan mu
lagi apa lagi kabarmu. Aku sengaja membutakan mata ku dan menulikan telingaku. Agar,agar
kamu juga terbebas dari rasa sakit yang aku rasakan. Cukup,cukup aku yang
merasakan sakit ini, jangan kamu. Karena rasanya tak pernah enak, juga tak
pernah nyaman. Aku tak mau kamu merasakannya juga.
Malam memang berlalu seperti
biasa, hanya sedikit berbeda. Ucapan selamat malam selalu tak terbalaskan,
ucapan selamat malam dariku tak pernah bisa kau dengar. Karena nyatanya...aku
selalu mengucapkan selamat malam dengan lirih dalam jarak yang berkilometer
dari tempat kamu berada. Aku tak yakin kamu mendengarkannya. api aku percaya,
kamu tahu hal ini.
Komentar
Posting Komentar